Minggu, 25 September 2011

Dekonstruksi dan Multikulturalisme dalam Seni Kontemporer (Bag 2)

Bagian 2 (dua) :
B.  Konsep Dekonstruksi
     Dekonstruksi menurut Piliang (2003), merupakan metode analisis yang dikembangkan Jacques Derrida dengan membongkar struktur dari kode-kode bahasa, khususnya struktur oposisi pasangan, sedemikian rupa, sehingga menciptakan satu permainan tanda yang tanpa akhir dan tanpa makna akhir. Konsep dekonstruksi sangat lekat dengan pandangan hipersemiotika yang dikembangkan oleh Derrida, berawal dari kritiknya terhadap strukturalisme dan pemikiran-pemikiran semiotika struktural de Saussure, dengan menawarkan konsep yang disebut dekonstruksi (deconstruction). Derrida membedakan dua cara penafsiran ; 1) penafsiran restropective, yaitu upaya merekonstruksi makna atau kebenaran awal atau orisinal, 2) penafsiran prospective, yaitu secara eksplisit membuka pintu bagi indeterminasi makna di dalam free play.
     Dekonstruksi menurut Ritzer (2005) dan Agger (2005), merupakan satu pendekatan kunci postmodernisme terhadap pengetahuan, termasuk teori. Postmodernisme menarik bagi berbagai kegiatan seni dan ilmu sosial, serta disiplin humanitas karena mengarahkan perhatian pada berbagai perubahan yang terjadi dalam budaya kontemporer (Featherstone, 2005). Dekonstruksionisme bertujuan menyingkirkan rongsokan kekusutan teori yang lalu, yang telah melekat pada praduga (preconception) yang dianggap tidak bisa lagi diterapkan dalam dunia kontemporer, seperti yang dinyatakan oleh Denzin (dalam Ritzer, 2005). Pendekatan postmodern terhadap seni, lebih  menekankan aspek permainan tanda dan kode-kode, memandang obyek sebagai sebuah mosaik tanda tanda. Pandangan obyek dan obyek seni sebagai mozaik tanda, baik dalam konteks politik ekonomi dan sosio kultural, telah dikembangkan oleh para pemikir sosial, bahasa maupun seni, seperti Barthes, Eco dan Baudrillard (dalam Piliang, 2003).
     Sedang menurut Barker (2005), mendekonstruksi berarti ambil bagian, melucuti, untuk menemukan dan menampilkan asumsi suatu teks.  Tujuan dekonstruksi bukan hanya membalik urutan oposisi biner, melainkan juga bahwa mereka saling berinteraksi. Dekonstruksi berusaha menampakkan titik-titik kosong teks, asumsi yang tak dikenal yang melanda operasi mereka. Ini termasuk tempat di mana strategi retoris teks bertentangan dengan logika argumen teks, yaitu tarik menarik antara apa yang ingin dikatakan dengan apa yang tidak ingin dikatakan.
     Dalam konteks seni, maka seni kontemporer secara konsep sangat erat dengan semangat postmoderisme. Seni postmodern lebih bersifat eklektik atau double code, serta adanya dialogis yaitu berbagai teks dan idioms bertemu dan berinteraksi  dan membentuk satu atau beberapa teks baru. Di dalam seni, dialog pertama adalah antara seniman dengan penikmat seninya, dialog kedua adalah antara karya seninya dengan berbagai sumber bahan baku seninya, baik berupa realitas, konsep, karya lain, imajinasi, halusinasi, ilusi dan sebagainya. Seperti yang ditulis oleh Piliang (2003) , pemikiran ini banyak dikembangkan oleh Jencks, Bakhtin dan Linda Hutcheon.
>BERSAMBUNG KE Bagian 3 (TIga)…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar