Minggu, 25 September 2011

MEMAHAMI MAKNA “SPIRITUAL”


MEMAHAMI MAKNA “SPIRITUAL” 
Sering kali dalam perbincangan kita menggunakan istilah spiritual, atau spiritualitas. Benarkah kita mengerti akan makna istilah tersebut?, ataukah kita ikut-ikutan saja, atau seakan-akan mengerti akan maksud kata spiritual itu…?
Penggalan kata spiritual adalah spirit+ual. Spirit mengandung arti semangat, kehidupan, pengaruh, antusiasme, spiritus itu bahan bakar dari alkohol, dan minuman anggur itu disebut sebagai spirit atau minuman yang memberi semangat. Spirit sering diartikan sebagai ruh atau jiwa. Jadi arti kiasannya adalah semangat atau sikap yang mendasari tindakan manusia.
Di masyarakat sering terlupakan bahwa arti sebenarnya spirit itu adalah entitas atau makhluk atau sesuatu bentuk energi yang hidup dan nyata, meskipun tidak kelihatan di mata biasa dan tidak punya badan fisik seperti manusia, tetapi spirit itu ada dan hidup. Spirit bisa diajak berkomunikasi sama seperti kita bicara dengan manusia yang lain. Interaksi dengan spirit yang hidup itulah sesungguhnya yang disebut spirit-ual.
Istilah spiritual acap kali dibawa keberbagai bidang tema pembicaraan, seringkali pembahasan lari kemana-mana, ke politik, ke ekonomi, ke sosial, atau ke ajaran tertentu, lupa bahwa spiritual itu terutama berkaitan dengan spirits atau roh-roh. Roh yang seperti apa dan apa perlunya? Di alam ini ada banyak roh. Roh-roh itu entitas hidup, jadi mereka punya agenda dan tujuan masing-masing. Mungkin sebagian mereka baik, tetapi sebagian yang lain kita tidak tahu karena tidak kita lihat.
Sehingga sesungguhnya istilah spiritual artinya berhubungan dengan roh atau spirit.
Religious atau religius/relijius artinya berhubungan dengan religi atau agama. Pengalaman relijius itu adalah pengalaman batin yang dialami dalam beragama, antara lain yang terjadi dalam ibadah agama. Pengalaman spiritual artinya pengalaman dengan roh dan energi yang lebih tinggi, yang kita sebut Tuhan.
Sering dikaitkan dengan istilah mistik, walau sebenarnya kata mistik maknanya ada dua, yang pertama arti sebenarnya adalah usaha manusia mencari penyatuan dengan Sang Pencipta. Arti yang kedua adalah arti salah kaprah, yaitu bahwa mistik sering dianggap pengalaman misterius dan perdukunan. Pengalaman mistik sering dialami melalui berbagai cara, melalui pengosongan pikiran atau meditasi, menyepi dan bertapa, pengunaan zat-zat tertentu, pengulangan kata, puasa, dan sebagainya. Itu semua usaha manusia untuk merasakan dan mencari penyatuan dengan yang lebih tinggi. Meditasi dibatasi dalam arti sempit saja sebagai praktek pengosongan dan konsentrasi pikiran untuk mencapai kondisi mental tertentu. Relaksasi adalah praktek menurunkan frekuensi gelombang otak kita supaya lebih lambat sehingga pikiran kita lebih rileks. Dengan demikian kemampuan atau kompetensi paranormal bukan syarat untuk mencapai kompetensi spiritual.
Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Beberapa pakar telah mendalami secara sistematis, antara lain menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :1).Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan, 2).Menemukan arti dan tujuan hidup, 3).Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, dan 4).Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.
Bagi manusia, mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem kepercayaan yang terorganisir dan teratur.
Batasan spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual. Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan spiritual.
Ungkapan istilah spiritual sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford English Dictionary, untuk memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari arti kata-kata berikut ini : persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atu pernyataan jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya perkembanga pemikiran danperasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan berhubngan dengan organisasi keagamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang.
Secara kongkrit berdasarkan konsep tersebut, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna, harapan, kerukunan, dan system kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman,1997). Dyson mengamati bahwa seseorang menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan dengan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan intra, inter, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam ,dan Tuhan (Dossey & Guazetta, 2000).Para ahli menyimpulkan bahwa spiritual merupakan sebuah konsep yang dapat diterapkan pada seluruh manusia. Spiritual juga merupakan aspek yang menyatu dan universal bagi semua manusia. Setiap orang memiliki dimensi spiritual. Dimensi ini mengintegrasi, memotivasi, menggerakkan, dan mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia.

Dengan mencapai tingkatan spiritual yang tinggi, mungkin saja akan dengan sendirinya memiliki satu atau dua kemampuan paranormal. Beberapa orang yang tingkatan spiritualnya tinggi menolong menyembuhkan orang sakit. Tetapi sebaliknya, memiliki kemampuan paranormal tinggi tidak selalu spiritualnya tinggi.
Mungkin ada pertanyaan, apakah menjadi spiritual itu berarti menjadi orang sakti yang paranormal? Jawabannya adalah tidak. Setiap manusia bisa belajar semua teknik atau teknologi alam roh yang disebut paranormal itu, tetapi spiritual tidak ditentukan oleh itu semua, walau tidak punya kemampuan paranormal apa-apa, tetapi Anda tetap bisa menguasai kompetensi spiritual.  
Kaum spiritualis Barat sering mengemukakan bahwa bahwa tingkat kesadaran tertinggi dalam spiritual adalah yang disebut Christ Consciousness. Katanya, orang yang mencapai level kesadaran ini antara lain para nabi dan rasul, para sufi, para orang suci dan para yogi.
Jiwa (soul) adalah bukan spirit dan bukan mind. Jiwa bukan spirit, sebab Spirit itu sempurna dan berasal dari Sang Pencipta, tetapi jiwa kita ini belum sempurna. Jadi apa itu jiwa? Jiwa adalah benih abadi hasil kelahiran baru (diuraikan dalam bab mengenai Transformasi Spiritual). Jiwa adalah the self, diri kita sendiri. Kita dengan semua sifat dan kesadaran kita. Kita yang sadar dan bisa hidup selamanya. Kalau kita mati, maka fungsi fisiko-kimia otak berhenti, mind kita lenyap, tetapi jiwa kita masih ada. Mind kita akan ikut berhenti kala denyut listrik otak kita berhenti, tetapi jiwa masih hidup.
Jiwa (soul) itu beda dengan mind. Bukti lain bahwa jiwa itu beda dari mind adalah eksperimen dengan jiwa, keluar dari badan, ngraga sukma, atau out-of-body. Dengan sengaja, kita bisa keluar dari badan kita, sementara badan dan otak kita masih terbaring hidup. Dengan cara itu kita bisa berkunjung ke tempat-tempat yang jauh. Tidur itu katanya proses yang serupa dengan out-of-body. Ketika tidur, katanya jiwa kita keluar dari badan, mengambang sedikit di atas badan. Dalam jiwa itulah terletak kepribadian (personality), memori, dan kesadaran kita.
Kalau ditanya dan dicari siapakah “aku”, maka aku itu adalah Jiwa. “Aku” itu bukan badan atau pikiran kita. “Aku” secara sadar dan secara independen bisa mengamati semua emosi, pikiran, dan badan. Kalau Anda mau belajar menguasai diri Anda dan mental Anda sepenuhnya, belajarlah meditasi Hindu. Meditasi Hindu mengeksplorasi kesadaran ini dengan sangat mendalam. Jiwa itu sadar dan beda dari mind (pikiran dan perasaan). Kita dengan sadar bisa mengamati emosi kita, lalu mengendalikannya
Jadi pengembangan spiritual itu riilnya adalah bagaimana mengembangkan jiwa kita, dari bayi spiritual menjadi dewasa spiritual. Jiwa dari kondisi bayi yang belum berkembang sampai akhirnya jadi dewasa secara moral dan sifat. Itulah tujuan dari pengembangan spiritual. Spiritual itu bukan sekedar untuk menggapai pengalaman ajaib atau manifestasi roh, bukan pula hanya untuk bisikan atau petunjuk gaib, melainkan hasil akhirnya adalah sesosok jiwa manusia yang matang, yang seimbang, yang berpengalaman, dan yang bijak.
Demikian makna istilah spiritual dan beberapa kata yang terkait dengan istilah tersebut,..jika ada komentar silahkan…!! Salam Damai selalu…

Dekonstruksi dan Multikulturalisme dalam Seni Kontemporer (Bag 2)

Bagian 2 (dua) :
B.  Konsep Dekonstruksi
     Dekonstruksi menurut Piliang (2003), merupakan metode analisis yang dikembangkan Jacques Derrida dengan membongkar struktur dari kode-kode bahasa, khususnya struktur oposisi pasangan, sedemikian rupa, sehingga menciptakan satu permainan tanda yang tanpa akhir dan tanpa makna akhir. Konsep dekonstruksi sangat lekat dengan pandangan hipersemiotika yang dikembangkan oleh Derrida, berawal dari kritiknya terhadap strukturalisme dan pemikiran-pemikiran semiotika struktural de Saussure, dengan menawarkan konsep yang disebut dekonstruksi (deconstruction). Derrida membedakan dua cara penafsiran ; 1) penafsiran restropective, yaitu upaya merekonstruksi makna atau kebenaran awal atau orisinal, 2) penafsiran prospective, yaitu secara eksplisit membuka pintu bagi indeterminasi makna di dalam free play.
     Dekonstruksi menurut Ritzer (2005) dan Agger (2005), merupakan satu pendekatan kunci postmodernisme terhadap pengetahuan, termasuk teori. Postmodernisme menarik bagi berbagai kegiatan seni dan ilmu sosial, serta disiplin humanitas karena mengarahkan perhatian pada berbagai perubahan yang terjadi dalam budaya kontemporer (Featherstone, 2005). Dekonstruksionisme bertujuan menyingkirkan rongsokan kekusutan teori yang lalu, yang telah melekat pada praduga (preconception) yang dianggap tidak bisa lagi diterapkan dalam dunia kontemporer, seperti yang dinyatakan oleh Denzin (dalam Ritzer, 2005). Pendekatan postmodern terhadap seni, lebih  menekankan aspek permainan tanda dan kode-kode, memandang obyek sebagai sebuah mosaik tanda tanda. Pandangan obyek dan obyek seni sebagai mozaik tanda, baik dalam konteks politik ekonomi dan sosio kultural, telah dikembangkan oleh para pemikir sosial, bahasa maupun seni, seperti Barthes, Eco dan Baudrillard (dalam Piliang, 2003).
     Sedang menurut Barker (2005), mendekonstruksi berarti ambil bagian, melucuti, untuk menemukan dan menampilkan asumsi suatu teks.  Tujuan dekonstruksi bukan hanya membalik urutan oposisi biner, melainkan juga bahwa mereka saling berinteraksi. Dekonstruksi berusaha menampakkan titik-titik kosong teks, asumsi yang tak dikenal yang melanda operasi mereka. Ini termasuk tempat di mana strategi retoris teks bertentangan dengan logika argumen teks, yaitu tarik menarik antara apa yang ingin dikatakan dengan apa yang tidak ingin dikatakan.
     Dalam konteks seni, maka seni kontemporer secara konsep sangat erat dengan semangat postmoderisme. Seni postmodern lebih bersifat eklektik atau double code, serta adanya dialogis yaitu berbagai teks dan idioms bertemu dan berinteraksi  dan membentuk satu atau beberapa teks baru. Di dalam seni, dialog pertama adalah antara seniman dengan penikmat seninya, dialog kedua adalah antara karya seninya dengan berbagai sumber bahan baku seninya, baik berupa realitas, konsep, karya lain, imajinasi, halusinasi, ilusi dan sebagainya. Seperti yang ditulis oleh Piliang (2003) , pemikiran ini banyak dikembangkan oleh Jencks, Bakhtin dan Linda Hutcheon.
>BERSAMBUNG KE Bagian 3 (TIga)…

Dekonstruksi dan Multikulturalisme dalam Seni Kontemporer

Dekonstruksi dan Multikulturalisme dalam  Seni Kontemporer
(Kasus dalam Pariwisata di Bali)

Oleh : Ngurah Pratamacitra
A.   Pendahuluan
     Kebangkitan seni kontemporer di Bali terutama didorong oleh orientasi pasar yang dibaca sebagai peluang besar oleh pelaku seni. Masuknya pariwisata telah membawa segala kebutuhan untuk memenuhi selera wisatawan. Semula orientasi wisatawan adalah mencari sesuatu yang “asli” mengandung kultur Bali sebagai bukti pernah ke Bali. Tetapi dalam perkembangannya, pelaku seni juga menawarkan sesuatu yang lain sebagai diversifikasi karya, dan tambahan alternatif bagi memuaskan wisatawan. Di sinilah mulainya para seniman berperan dan mempunyai kesempatan berkarya seni kontemporer, yang memadukan unsur tradisional dengan modern, mengambil gaya berbagai etnis lain, bahkan mencopot gaya asing untuk ditempelkan dalam karyanya. Suatu karya seni yang bersifat ‘kekinian’ (kontemporer) menggambungkan  ide dari berbagai budaya (multikultur) mulai tumbuh subur dengan “pupuk” dolar wisatawan asing. Karya seni mulai bergeser sebagai produk industri, para seniman tanpa dirasakan telah berubah menjadi tukang. Karya seni dikatakan asal jadi, sehingga timbul pertanyaan : seniman atau penikmatnya yang tidak mengerti seni kontemporer?. Hal seperti inilah yang memerlukan dekonstruksi dari ke dua sisi.
     Seni kontemporer dikenal sebagai sebuah gerakan semangat baru dalam sejarah seni dunia. Napas seni kontemporer cenderung bernuansa kuat akan pencarian gaya campuran antara nilai-nilai tradisional dan modernitas. Pencarian ini membawa para seniman pada kesadaran akan demikian banyaknya dimensi kehidupan yang perlu dikaji dan dikomunikasikan atau didialogkan. Gerakan yang begitu terbuka pada wacana pluralisme, terkait langsung dengan konsep dekonstruksi dan multikulturalisme yang menjiwai gerakan budaya baru secara internasional sekarang ini. Mungkin seni kontemporer belum begitu dikenal luas oleh masyarakat dunia dan akan cukup sulit memahami konsep dasar sebuah seni kontemporer apabila pemahamaan tentang latar belakang konsep dasar itu sendiri masih sangat minim. Seni kontemporer biasanya menggali sesuatu yang sangat spesifik dan karenanya ia masih menjadi sesuatu seni tontonan yang punya kerumitan tingkat tertentu bagi mereka yang sudah terbiasa menonton seni pop yang tidak perlu pikiran tajam untuk memahaminya.
     Dekonstruksi yang dimaksud disini adalah “membongkar” penilaian seniman maupun masyarakat umum terhadap seni kontemporer, yang berbeda dengan seni yang lain. Seni kontemporer mengajak penikmat seni untuk mencoba mengenakan cara pandang lain dari yang biasa dilakukan. Karena tidak biasa maka mungkin saja di antara penikmat seni akan merasa bosan, capai, kesal, dan sebagainya. Seni kontemporer idealnya menawarkan sebuah konsep yang disebut sebuah cara pandang dekonstruktif, yakni cara menilai seni tidak dengan pola umum, tidak dengan sebuah paradigma mapan atau serba tunggal. Masalahnya, apakah seniman dan penikmat seni mau mencoba mengerti sesuatu yang baru atau yang sama sekali berbeda?. Dengan pengertian itu pulalah seni kontemporer sangat terkait erat dengan cara berkarya dan cara menikmati, yakni dekonstruksi pemahaman melalui cara pandang.
     Multikulturalisme yang dimaksud disini adalah adanya bauran berbagai budaya di dalam seni kotemporer, baik sebagai subyek maupun obyek seni. Bagaimana penonton asing yang dibawa pariwisata, bisa memahami konsep sebuah pertunjukan seni asli Indonesia apabila mereka tidak mengetahui sama sekali latar belakang budaya Indonesia, atau sebaliknya. Masih bisa pula pertanyaan ini lebih dikhususkan lagi, bagaimana penonton Indonesia sendiri dari etnis yang berbeda bisa memahami sebuah tarian dari etnis Bali atau sebaliknya?. Globalisasi yang dipercepat seiiring masuknya pariwisata, merupakan faktor utama masuknya nuansa multikulturalisme dalam seni. Apa saja faktor lain pendorong multikulturalisme dalam karya seni kontemporer ?, apakah faktor pariwisata semata atau karena arah kreatifitas seniman yang masuk ke wilayah seni dari kultur yang lain ?. Itulah pertanyaan mendasar sebagai representasi masalah keterkaitan seni kontemporer dengan dekonstruksi dan multikulturalisme…….> BERSAMBUNG KE Bagian 2 (dua)